NAGUIB MAHFUDZ

Masih dalam tataran ke’duluan’, dan saya masih ingin bernostalgila dengan dunia kesastra-araban. Kali ini akan saya bahas mengenai salah satu sastrawan Arab yang sudah malang melintang dalam dunia kesusateraan Arab yang juga telah diakui oleh dunia dengan anugerah nobel yang diberikan padanya.

Naguib Makhfudz, salah satu sastrawan Arab andalan saya dan yang paling banyak saya baca karyanya. Adalah seorang yang berasal dari pinggiran kota Kairo, Mesir. Dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1911, di Bandar Gamalia, dengan nama lengkap Najib Mahfudz Abdul Aziz Ibrahim Basya.

Lulusan jurusan Filsafat Islam di Universitas Kairo ini menggemari dunia tulis menulis semenjak duduk di bangku perkuliahan. Karya-karyanya mencakup 70 cerita pendek, 46 karya fiksi, serta sekitar 30 naskah drama. Hingga saat ini, karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia termasuk Indonesia. Karya pertama Mahfudz diterbitkan pada tahun 1932, diusia 21 tahun, dalam bentuk terjemahan berjudul al-Misr al-Qadimah. Sejak itu berturut-turut Mahfudz menulis; Hams al-Junun (1938, Cerpen), Abats al-Akdar (1939), serta Redouvis (1943) dan kisah Kifah Thibah (1944), serta al-Qahirah al-Jadidah (1945).

Tahun 1946, Mahfudz kembali menulis Khan al-Khalili. Selanjutnya berturut-turut ia menulis Zuqaq al-Midaq (1947), as-Sarab (1948), serta Bidayah wa Nihayah (1949). Karya-karyanya ini menandai perubahan gaya bertutur Mahfudz dari aliran Romantisme menjadi Realisme, yakni memaparkan cerita secara langsung tanpa basa-basi. Pada tahun 1956-1957, Mahfudz mulai menulis triloginya; Baina al-Qasrain, Qasr asy-Syauq, dan as-Sukriyyah. Trilogi setebal 1500 halaman ini menghasilkan nobel sastra yang diterimanya pada tanggal 13 Oktober 1988, dari Akademi Sastra Internasional di Swedia.

Tahun 1960, Mahfudz menulis Aulad Haratina (edisi bahasa Inggris oleh Philip Steward dengan judul The Children of Our Quarter, London; 1981). Novel yang panjang ini terbagi dalam lima judul, yakni; Adham, Jabal, Irfah, Rifa'ah, dan Qasim. Penulisan serial novel ini sekaligus menggambarkan aliran baru yang digeluti Mahfudz, yakni Simbolisme-Filosofis.

Selanjutnya, Mahfudz menulis al-Lissu wa al-Kilab (1961), as-Samman wa al-Kharif, dan Dunya Allah (1962), ath-Thariq (1964), Bait Sayyi' as-Sum'ah dan asy-Syihaz (1965) serta Sarsarah Fauza an-Nil (1966), masih dalam aliran Simbolisme-Filosofis. Pertengahan tahun 1967 sampai 1969, cerpen-cerpennya banyak merespon persoalan keagamaan, nasionalisme Mesir, dan masalah-masalah politik. Hal ini bisa dilihat dalam Khimarah al-Qiththi al-Aswad dan Tahta al-Mizallah serta Qisytamar (1969), Hikayah Bi La Bidayah Wa La Nihayah dan Syahru al-'Asal (1971), al-Maraya (1972), al-Hubbu Tahta al-Mathar (1973), al-Karnak (1974), Hikayat Haratina, Qalbu al-Lail, dan Hadhrat al-Muhtaromi (1975), Milhamah al-Harafisy (1977), al-Hubbu Fauqa Hadhbat al-Haram dan asy-Syaithan (1979), 'Ashru al-Hubbi (1980), dan Afrah al-Qubbah (1981).

Terlepas dari kontroversi novelnya yakni Awlad fi Hurrotina atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘Anak-Anak Kampung Kita’. Naguib adalah seorang sastrawan yang hingga kini masih belum ada orang yang menggantikan untuk berada di posisinya. Hingga kini masih belum terdengar lagi seorang sastrawan Arab yang meraih Nobel kesusasteraan.

Naguib tutup usia pada tahun 2006, setelah menjalani kehidupan sebagai penulis selama 95 tahun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Syair Mu'allaqat

Antara Bermanfaat dan Dimanfaatkan

Syair