Kisah Kepahlawanan Supir dan Kondektur Damri Dipati Ukur, Bandung


Siang itu, mendung dan awan begitu gelap. Menyiratkan keinginannya untuk melepaskan tangis yang sepertinya sudah lama terpendam. Saya berjalan tergesa menuju pangkalan damri sambil memegang secarik kertas untuk ditandatangani beberapa dosen yang berurusan dengan saya (baca sebaliknya).

Namun, sang damri ternyata belum datang menjemput saya, akhirnya terpaksa saya yang harus menunggunya di sebuah halte berbangkukan besi yang karatan dan sudah bolong-bolong tea.

Beberapa menit kemudian, datanglah sang Damri yang akan mengantarkan saya kembali ke habitat semula (jatinangor tercinta). Para penumpang di dalam Damri pun mulai turun karena sudah sampai ke tempat yang mereka tuju. Diantara segerombolan penumpang yang baru saja turun dari damri. Ada seorang teteh-teteh yang mukanya terlihat panik sambil menggerayangi tas jinjingannya. Tiba-tiba saja si teteh itu seperti tersadar dari lamunan siang menjelang sorenya, dan langsung mendekati sang kondektur Bus yang baru saja akan duduk melepas pegal karena 2 jam berdiri terus dalam Damri, sambil langsung berkata:

“Pak..Pak..saya kecopetan”

Sang kondektur pun dengan muka kaget balik bertanya:

“Mana neng copetnya..?”

“Itu pak baru naek angkot putih” jawab si teteh itu.

Sang kondektur pun langsung berlari mencari angkot putih yang memang masih berada di samping mobil Damri sambil memberitahu rekannya, sang supir bahwa ada copet dalam angkot putih tersebut.

Dengan sigap, kedua orang tersebut langsung mencegat angkot putih yang dikatakan si teteh tadi. Dan dari kejauhan (karena saya ngeliatnya ga deket-deket karena takut terjadi tindak kekerasan) terlihat perdebatan alot dan sengit antara sang kondektur Damri dan supirnya beserta dengan orang yang dituduh sebagai copet.

Tidak berapa lama kemudian, sang kondektur membawa sebuah benda kotak berwarna biru yang ternyata memang itulah benda yang si teteh tadi bilang hilang kecopetan. Dari kajauhan juga saya melihat bapak supir masuk ke dalam angkot untuk menurunkan orang yang disangka copet tersebut. Namun, sepertinya usahanya belum berhasil. Pasalnya orang yang disangka copet itu tetep ‘keukeuh’ nggak mau turun dari angkot. Sampe sang supir dan kondektur sepertinya mengikhlaskan si orang yang disangka copet itu berlalu menanggung malu dalam sebuah kendaraan berdebu.

Yeeay, aksi kepahlawanan dua orang petugas damri sungguh menyentuh. Kenapa..? karena tampang mereka yang terlihat preman namun tetap baik hati (dan tidak sombong karena mau ngebantu si teteh tadi). Akhirnya kisah ini saya tutup dengan sebuah pesan. “Buat para teteh-teteh, eneng-eneng, akang-akang, dan ibu-ibu serta bapak-bapak. Hati-hati jika membawa benda berharga, jangan terlalu mencolok..karena bisa memunculkan kesempatan bagi orang yang mau berniat jahat.” Meskipun pesannya umum banget, setidaknya ini hanya satu contoh buat muhasabah kita di bulan Ramadhan ini (dan meskipun ga ada hubungannya kisah itu sama muhasabah di bulan Ramadhan, seenggaknya mencoba mengingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Allah berikan kepada kita).

OK, keep fastabiqul khairooot..^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Syair Mu'allaqat

Antara Bermanfaat dan Dimanfaatkan

Syair