Mengapa Nahwu Shorof itu Penting ?




Bagi yang belum pernah belajar Bahasa Arab, pasti asing dengan istilah ‘nahwu-shorof’. Apa sih nahwu shorof itu ? nahwu-shorof adalah dua ilmu dalam tata bahasa Arab, kalo dalam Bahasa Indonesia ada EYD atau ejaan yang disempurnakan, dan kalo dalam Bahasa Inggris ada Grammer. Naah, dalam bahasa Arab namanya Nahwu dan Shorof. Ada yang bilang nahwu itu ibunya ilmu dan shorof itu bapaknya, jadi kalo belajarnya cuma satu ga sempurna.

Mudahnya, kalo nahwu itu khusus belajar untuk memberikan harokat akhir pada suatu kata arab yaitu dibaca fathah, kasroh atau dommah, sedangkan kalo shorof itu belajar perubahan katanya misalnya nih dari bentuk lampau ke sekarang dan yang akan datang, dan kata kerja untuk satu orang, berdua atau banyak serta kata kerja untuk perempuan dan laki-laki. Kalo dalam bahasa inggris ada yang namanya auxalary verb, jadi ada kata yang tidak beraturan kan tuh ada susunannya, kaya eat-ate-eaten. Dalam bahasa arab juga sama ‘alima-ya’lamu-‘ilman.

Zaman sekarang, sebenernya bahasa Arab udah ga asing lagi biasa diucapin sama orang-orang indonesia, baik itu bapak-bapak, ibu-ibu, remaja maupun para siswa dan mahasiswa. Hal itu dapat dilihat dari maraknya penggunaan istilah arab yang dipakai di halaqoh, pengajian, ceramah, dan mentoring, di DKM masjid bahkan udah menjadi bahasa umum dikalangan akhwat-akhwat. Sayangnya, ada beberapa kalimat bahasa Arab yang pengucapannya salah, dan itu terkadang juga secara tidak sadar dilakukan oleh orang yang mengerti bahasa Arab itu sendiri.

Ada sebuah kalimat yang menggelitik saya, dimana kata kerja dalam kalimat itu dibaca salah. Dan yang membuat rada geleng kepala adalah orang yang menyampaikannya bisa dibilang mengerti bahasa dan agama islam sedikit lebih baik dari orang awam. Diantaranya adalah sebuah hadits yang berbunyi : "إصفحوا يذهب الغل
 
Orang tersebut membaca hadits di atas dengan bunyi: "Isfakhuu yadzhabil ghillu" mengajarkannya kepada anak-anak yang notabene masih polos dengan 'perbahasa-araban', sehingga mengakibatkan kesalahan fatal dan menyeluruh.

Kalimat yang benar dalam mengucapkan hadits di atas adalah "Isfakhuu yadzhabul ghillu"

Kenapa 'yadzhabi' salah, dan kenapa pula harus dibaca yadzhabu ? 

Begini penjelasannya :

Dalam bahasa Arab, kata itu ada 3, yang pertama kata benda atau disebut 'isim', yang kedua kata kerja atau disebut 'fi'il' dan yang ketikga dalam bahasa indonesia disebut kata sambung atau disebut 'hurf'. Kata yang ketika ini tidak akan mempunyai arti jika berdiri sendiri misalnya ك dan ل, sama halnya dalam bahasa indonesia '-mu' dan '-nya'.


Nah, setiap kata itu mempunyai aturan tersendiri dalam memberikan harokat akhirnya, seperti sudah saya bahas sebelumnya bahwa untuk menentukan harokat awal dan tengah, maka yang digunakan adalah ilmu sharaf atau ilmu tentang bentuk kata, sedangkan untuk menentukan harokat akhir maka digunakan ilmu nahwu.

Pada kalimat 'Isfakhuu yadzhabil ghillu' mempunyai arti 'saling berjabat tanganlah kalian niscaya akan menghilangkan rasa dengki'. Kata 'yadzhabi' itu salah karena dalam Bahasa Arab termasuk dalam kata kerja atau 'fi'il'. Dalam hal ini termasuk fi'il mudhari atau kata kerja untuk digunakan waktu sekarang atau yang akan datang. Sehingga ada kaidah atau aturan dalam ilmu nahwu yang menyebutkan bahwa 'kata kerja yang termasuk fi'il mudhari' dibaca dommah jika didepannya tidak ada 'amil yang dapat mengubah harokat fi'il tersebut'. Berdasarkan aturan itu, maka yang benar adalah 'yadzhabu' bukan 'yadzhabi'. Karena fi'il akan selalu dibaca dhommah kecuali jika ada amil-amil seperti 'In, an, dan lam' yang membuat fiil itu tidak lagi dibaca dhommah.

Laah, bagaimana dengan kata 'yaro / يَرَى dan yasri / يَسْرِى ' ? bukankah seharusnya dibaca 'yaru dan yasru' seperti 'yadzhabu' karena termasuk juga dalam fi'il mudhari. 
Memang, kedua kata itu masih merupakan anggota dari fi'il mudhari'. Hanya saja, dalam kata itu terdapat huruf 'illat' atau huruf penyakit sehingga harokat dommahnya dikira-kirakan. Yang dimaksud huruf 'illat' atau huruf penyakit ini hanya ada tiga, yakni 'alif, waw, dan ya'. Huruf-huruf inilah yang menyebabkan fi'il mudhari' tidak menampakkan harokat dhommahnya dengan jelas. Untuk lebih rincinya, Isnya Allah saya bahas di kemudian hari.

Itu baru sekelumit penjelasan mengenai kalimat yang karena ketidaktahuan, dibaca salah. Disinilah pentingnya belajar nahwu dan shorof biar ngucapin bahasa arabnya bener. Ini sih baru sedikit, ada beberapa juga istilah kaya ber’tabayyun’ nah, tabayyun tuh dalam ilmu shorof udah merupakan kata kerja kenapa ditambahin ‘ber’ jadi dobel.

Komentar

  1. Assalaamu ‘alaikum marhmatullahi wabarakaatuh
    “maka dalam ilmu nahwu yang namanya maf’ul bih itu harusnya dibaca fathah.”
    Kalimat di atas adalah kutipan dari tulisan anda. Dan maaf sebaik nya anda buka lagi deh kitab Nahwunya.
    Maf’ul bih menurut ilmu nahwu adalah termasuk al ismul manshub yaitu isim yang di nashabkan. Dan maf’ul bih itu ada dua macam yaitu : isim dhzohir dan isim dhomir. Kemudian isim dhomir itu ada dua yaitu : dhomir muttashil dan dhomir munfashil.
    Dan isim dhomir itu baik dhomir munfashil maupun dhomir muttashil itu adalah mabni artinya harakat akhir nya tetap
    Dan contoh tulisan anda شفاك الله – جزاك الله
    Huruf kaf diatas adalah dhomir muttashil mahal nashab karena menjdi maf’ul bih tetapi harakatnya tetap mabni karena isim dhomir itu menurut kaidah nahwu adalah mabni.
    Contoh kalimat Syafaakallah di atas arti bebas nya adalah Allah menyembuhkanmu . Nah “mu” nya ini kalau lelaki ( kamu lelaki ) ,maka bacaan nya Syafaakallah ( kaf nya di fathah ) karena dhomir mudzakar mukhatab itu mabni fathah. Tetapi kalau “mu” nya itu perempuan ( kamu perampuan ) maka di bacanya Syafaakillah ( kaf nya dibaca kasroh ) karena dhomir muannats mukhatab itu mabni kasroh walaupun menjadi maf’ul bih sekalipun . Dan yang perlu diketahui bahwa kalimat bahasa Arab itu beda dengan dengan kalimat bahasa Indonesia karena kalau kalimat bahasa Indonesia tidak mengenal kalimat lelaki dan kalimat perempuan tetapi kalau kalimat bahasa Arab, maka ada kalimat lelaki dan ada kalimat perempun yaitu mudzakar dan muannats
    Dan dibawah ini adalah cuplikan dari kitab “ Syarah Mukhtashar Jiddan Alaa Matan Al jurumiyyah “ Bab tentang Maf’ul bih

    BalasHapus
  2. بَابُ الْمَفْعُولِ بهِ
    لما ذكر المنصوبات إجمالاً شرع يذكرها تفصيلاً، ولم يذكر في التفصيل خبر كان وأخواتها، واسم إنّ وأخواتها، والتوابع، لتقدم ذكرها في المرفوعات، وبدأ بذكر المفعول به وهو في اللغة : من وقع عليه الفعل، سواء كان الفعل حسيّاً، كضربتُ زيداً، أو معنوياً، كتعلمتُ المسئلةَ، فإن الضرب حسيّ، والتعلم معنوي، وفي اصطلاح النحاة ما ذكره بقوله (وهو الاسم المنصوب الذي يقع به الفعل) يعني أن المفعول به في اصطلاح النحاة هو : الاسم الذي يقع عليه فعل الفاعل (نحو : ضَرَبْتُ زيداً، ورَكِبْتُ الفرَسَ) فزيداً مفعول به لضربتُ، والفرسَ مفعول به لركبتُ، ومثل بمثالين للإشارة إلى أنه لا فرق في المفعول به بين كونه عاقلاً كزيد، أو غير عاقل كالفرس (وهو على قسمين : ظاهر، ومضمر) كما أن الفاعل ظاهرٌ ومضمرٌ (فالظاهر ما تقدم ذكره) وهو زيدٌ، والفرسُ المتقدمان في المثالين السابقين (والمضمر قسمان : متصل) وهو الذي لا يبتدأ به، ولا يقع بعد إلا في الاختيار، نحو : الكاف من رأيتك، إذ لا يصح أن يقال ما رأيتُ إلاكَ، وقد يقع مثل ذلك في غير الاختيار وهو ضرورة الشعر (ومنفصل) وهو الذي يقع في ابتداء الكلام نحو {إيَّاكَ نَعْبُدُ} ويقع بعد إلا في الاختيار، نحو : ما نَعْبُدُ إلا إياّكَ (فالمتصل اثنا عشر، نحو قولك : ضَرَبَني) وإعرابه : ضرب فعل ماض، والنون للوقاية، والياء ضمير المتكلم مفعول به مبني على السكون في محل نصب (وضربَنَا) بفتح الباء، فنا ضمير المتكلم ومعه غيره أو المعظم نفسه مبني على السكون في محل نصب مفعول به (وضربَكَ) بفتح الكاف، فالكاف ضمير المخاطب مبني على الفتح في محل نصب مفعول به (وضَرَبَكِ) بكسر الكاف، ضمير المخاطبة مبني على الكسر في محل نصب مفعول به (وضَرَبَكُما) فالكاف ضمير المخاطَبَيْن مبني على الضم في محل نصب مفعول به، والميم حرف عماد، والألف حرف دالّ على التثنية (وضَرَبَكُم) فالكاف ضمير جمع الذكور المخاطبِين مبني على الضم في محل نصب مفعول به، والميم علامة الجمع (وضَرَبَكُنَّ) فالكاف ضمير جمع الإناث المخاطبات مبني على الضم في محل نصب مفعول به، والنون علامة جمع النسوة (وضَرَبَهُ) فالهاء ضمير المذكر الغائب مبني على الضم في محل نصب مفعول به (وضَرَبَها) فالهاء ضمير المؤنثة الغائبة مبني على السكون في محل نصب مفعول به (وضَرَبَهُما) فالهاء ضمير المثنى الغائـبَـيْن مبني على الضم في محل نصب مفعول به، والميم حرف عماد ، والألف حرف دالّ على التثنية (وضربهم) فالهاء ضمير جمع الذكور الغائبِين مبني على الضم في محل نصب مفعول به، والميم علامة الجمع (وضربهن) فالهاء ضمير جمع الإناث الغائبات مبني على الضم في محل نصب مفعول به، والنون علامة جمع النسوة (والمنفصل اثنا عشر، نحو قولك : إياي) فإذا قلت : ما أكرمتَ إلا إياي تقول في إعرابه : ما نافية، وأكرمت فعل وفاعل، وإلا أداة حصر، وإن شئت قلت إلا حرف لإيجاب النفي ( ) أو أداة استثناء ملغاة لا عمل لها، وإيا ضمير نصب منفصل مبني على السكون في محل نصب مفعول به لأكرمتَ، والياء الأخيرة حرف دالّ على المتكلم (وإيانا) للمتكلم ومعه غيره أو المعظم نفسه (وإياكَ) بفتح الكاف للمخاطب (وإياكِ) بكسر الكاف للمخاطبة (وإياكُما) للمخاطبَين (وإياكُم) لجمع الذكور المخاطبين (وإياكُنّ) لجمع الإناث المخاطبات، فإيا في الجميع هي الضمير، وكلها يقال فيها : ضمير نصب منفصل مبني على السكون في محل نصب مفعول به، والياء في الأول حرف دالّ على المتكلم، ونا في الثاني حرف دال على المتكلم ومعه غيره، أو المعظم نفسه، والكاف فيما بعده للمخاطب، أو المخاطبة، أو المخاطَبَيْن، أو المخاطبِين، أو المخاطبات، والميم في إياكما حرف عماد، والألف حرف دالّ على التثنية، والميم في إياكم حرف دال على جمع الذكور المخاطبين، والنون في إياكن حرف دالّ على جمع النسوة المخاطبات (وإياه) للمفرد المذكر الغائب، والهاء حرف دال على الغيبة (وإياها) للمفردة الغائبة (وإياهما) للمثنى الغائبَيْن (وإياهم) لجمع الذكور الغائبِين (وإياهن) لجمع الإناث الغائبات، والله سبحانه وتعالى أعلم .
    بالله التوفيق والهداية والعفو منكم والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    BalasHapus
  3. Waalaykumussalam warokhmatullah. Sebelumnya, terimakasih kepada anonim yang sudah berkunjung ke blog saya dan terimakasih juga atas koreksinya sampe relain ngelampirin referensinya. Insya Allah, sepertinya memang saya harus belajar lagi karena sudah bertahun-tahun tak lagi berkutat dengan ilmu nahwu yang indah ini, mungkin juga anda bisa mengajari saya :D, karena nahwu saya baru sebatas al-jurumiyah saja.
    Akhirul kalam, Jazaakumullah akhsanal jazaa (punten, dhomirnya saya pake 'kum' karena anonim)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Syair Mu'allaqat

Antara Bermanfaat dan Dimanfaatkan

Syair