Syair Mahabbah Jalaluddin Rumi


Nubuwah Cinta dari Rumi


Aku mati sebagai mineral dan menjelma tumbuhan,

Aku mati sebagai tumbuhan dan terlahir binatang,

Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.

Kenapa aku mesti takut? Maut tak menyebabkanku berkurang!

Namun sekali lagi aku harus mati sebagai manusia,

Dan melambung bersama malaikat; dan bahkan setelah menjelma malaikat

aku harus mati lagi; segalanya kecuali Tuhan, akan lenyap sama sekali.

Apabila telah kukorbankan jiwa malaikat ini, Aku akan menjelma sesuatu yang tak terpahami.

O,..biarlah diriku tak ada!

sebab ketiadaan menyanyikan nada-nada suci, "KepadaNya kita akan kembali."


CANGKANG TELUR RAGA

Jika kau ingin rasakan kegairahan,

Maka tinggalkan pikir, dan keluar dari cemas,

Kau seperti burung ganjil

dalam cangkang telur raga.

Kau tak bisa terbang karena kau di dalam telur.

Tapi ketika telur ini dihancurkan,

kau akan terbang bebas dan selamatkan sukmamu.

SAAT BERKELANA

Malampun tiba,

saat untuk menyepi dan sendiri.

para pecinta mengarahkan wajah kebulan.

O, bulan para pemuja,

bulan itu tersenyum.

O para pejalan malam,

saatnya mulai mengayun langkah.

Tidur pun tiba,

Semua “aku-aku” dan “kami-kami” dilupakan.

Inilah waktu-tanpa-tidur

bagi mereka yang menerima Tuhan

Inti bagaikan gabah

bercampur dalam tubuh batang padi.

Begitu tubuh jatuh tertidur

Sang inti tinggal sendiri.

BUKALAH PINTUMU

Jika kau mau buka pintumu

untuk satu kesempatan saja,

kau akan melihat segalanya dan setiap orang

sebagai teman di rumahmu.

Pada saat itu, Jakub akan lihat anak lelakinya.

Pada saat itu, pramusaji minuman Kemanunggalan

akan melayani dikau dengan anggur mulia Tuhan.

Kecantikannya akan menunjukkan wajahnya dan berkata,

“Akulah dia yang melihat kamu, yang mencintaimu.

Karena kau tinarbuko terhadap restuku,

kau tak perlu takut pada apapun”.

Tak seorang pun di sini rasa iri

kepada pencapaian siapapun.

Di dalam kebun sukma, setiap orang bahagia.

MABUK KEMANUNGGALAN

Pakai akal sehatmu!

Kita adalah pemabuk kemanunggalan!

Ini hampir larut malam, datang lebih awal lain kali.

Di mana kau bilang kedai minummu?

Perhatikan baik-baik mabuk kami,

bila kau tak bingung atau pikun.

Tanyakan padanya: Di mana jubahmu?

Di mana sorbanmu?

Seorang anak berandal merebut sorbanmu,

yang lain menarik jubahmu, begitulah adanya.

Wajaqhmu lebih pucat ketimbang bulan.

Di mana pelindungmu?

Siapa mengurusi engkau?

Seorang asing datang, dan mulai lecehkan

kemabukan abadi.

Kenapa kau tak bergegas cari bantuan mereka?

Di mana keberanianmu?

Di mana kejantananmu?

O dia yang mengumbar kata-kata,

diamlah, jadilah seperti telinga yang mendengarkan saja.

Jangan sekedar menjadi tukang kata saja bagi orang banyak.

Di mana kegembiraanmu?

Di mana kata-katamu tentang luapan kegembiraan?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Syair Mu'allaqat

Antara Bermanfaat dan Dimanfaatkan

Syair