Ke Lapangan
Pada kenyataan kelapangan itu
sangat susah dan diluar dugaan memang benar. jika disuruh milih ke lapangan apa
studi teori, mending studi teori meskipun itu bakalan menyebabkan lebih banyak
lagi rambut rontok karena terlalu dalam memikirkan teori sehingga kepala dah ga
kuat menahan panas.
Tapi, setidaknya dengan studi
teori, pelaku utamanya hanya dua, kita dan buku. Ga ada yang lain, yang bikin
ribet dan njlimet. Buat studi ke lapangan, harus wawancara dengan pihak-pihak
yang saling berhubungan dan terkadang pihak-pihak tersebut tidak memberikan
jawaban yang kita inginkan, bahkan jawabannya terkadang tidak sinkron. Itu sih
berdasarkan yang diungkapkan teman saya yang melakukan penelitian sampe ke
dinas-dinas yang diluar dugaan.
Alhasil, teman saya itu mulai mumet
dan bingung dalam pengerjaan thesisnya. Meski begitu, tesis tetap disusun. Wong
taruhannya 10 juta. Eh, ralat ding katanya spp naik jadi 12 juta. Jadi, sebelum
saya dan teman-teman saya kena tenggat waktu buat bayar duit yang berjut-jut
itu (berasa kaya dikejar penagih hutang) mending apa yang udah diperoleh di
lapangan, kita tulis dan susun sebaik dan sebenar mungkin biar ga jadi boomerang
bagi kita sendiri pas disidang nanti.
Buat yang datanya ga
bagus-bagus seperti yang diinginkan, yaah wayahna buat ngulang dan kembali
ngobrol dengan key informan ataupun responden. Itulah sulitnya ke lapangan,
mulai dari ngumpulin data, wawancara, triangulasi sampe ke penyusunan dan
penulisan pun tetep ngebikin ribet dan kepala beurat.
Meski begitu, ke lapangan adalah
hal yang paling menyenangkan, selain menambah link dan koneksi kita juga jadi
tau bagaimana karakter orang kalo lagi ditanya mengenai sesuatu baik itu yang
diketahui atau tidak. Responnya beragam bisa jadi ngindikasiin personality nya
kan..!
Komentar
Posting Komentar