Al Mutanabby
Al-Mutanaby
(915-965)
Seorang penyair besar dari Arab yang mempunyai nama Abu Thayib Ahmad bin
Husain Al-mutanaby. Beliau berasal dari keluarga bangsa Arab Yaman yang
dilahirkan di kota Kufah pada tahun 303 H . sejak kecilnya beliau belajar
bahasa Arab beserta kaidah-kaidahnya dari bangsa Arab yang tinggal di dusun.
Syairnya banyak memuji para raja. Beliau bersyair mulai dari umur 9 tahun.
Syairnya banyak mengungkapkan hikmah, filsafat kehidupan dan sifat-sifat dalam
peperangan. Nilai gaya bahasanya kuat dan sangat tinggi. Penyair ini hidup pada
masa kehalifahan Abbasyah.
Penyair ini mempunyai kekuatan menghafal yang luar biasa sehingga setiap
apa saja yang didengar dengan mudah dapat terhafalkan.. beliau termasuk orang
yang berambisi besar terhadap kedudukan dan kehormatan. Untuk itu beliau selalu
mendekati orang-orang besar dan menggunakan syairnya untuk mendapatkan
kedudukan yang mulia di sisi mereka. Karena itulah disamping beliau tidak luput
pula hasutan dari orang. Sehingga terjadi berkali-kali hal yang mencelakakan
dirinya.
Pada suatu kali suku Bani Kilab mengadukan pada gubernur Homs (Syiria)
bahwa Abu Thayib mengaku dan mengatakan dirinya sebagai seorang nabi Karena
kepandaiannya dalam bersyair. Sehingga gubernur kota Homs memenjarakannya
selama beberapa tahun. Sejak dia mengaku sebagai nabi penyair ini terkenal
namanya dengan julukan Al-Mutanaby yaitu orang yang mengaku menjadi nabi.
Setelah keluar dari tahanan Al Mutanaby pergi ke kota Alepo (Syiria) untuk
memuji penuasa kota Aleppo yang bernama Saifud Daulah. Penyair ini tinggal di
kota lama sekali karena beliau mendapatkan kedudukan di sisi raja Saifud
Daulah. Di kota ini beliau juga tidak luput dari hasutan musuhnya sehingga
sampai tersisihkan dari kedudukannya yang tinggi di sisi Saifud Daulah.
Kemudian beliau pergi ke Mesir untuk mendekatkan dirinya kepada pembesar
negeri Mesir yang bernama Kafur. Beliau berusaha mendekatkan dirinya dengan
jalan memujinya dengan syairnya. Sehingga Kafur senang padanya dan menjanjikan
padanya untuk dijadikan salah seorang pembesar negeri Mesir. Namun saying
sekali nasibnya yang sial menyebabkan banyak yang menghasutnya sehingga penyair
itu ahirnya dimarahi oleh raja Kafur. Dan beliau melarikan diri ke kota Kufah.
Di kota ini beliau di bunuh pada 23 september 965 oleh seorang yang bernam
Fatik bin Abi Jahal.
Ada kisah
menarik dari Mutanaby
Alkisah,
seseorang datang kepada Mutanabi:
Ada gosip menarik tentang dirimu dan jadi gunjingan antara kawan-kawan. Kata
mereka kau sekarang ini jadi orang pelit. Sedangkan selama ini kau selalu
memuji orang karena kedermawanannya dan mencela karena kebakhilannya. Engkau
sendiri sering membuat syair:
"Orang
yang menafkahkan masa-masanya untuk mengumpulkan harta Hanya takut miskin. Maka yang berbuat demikian adalah orang miskin nan
nyata"
Kau sudah tahu kikir itu keburukan. Kalau begitu kaulah sebenarnya orang
yang paling jelek itu, sebab kau sudah tampak sombong dan menonjolkan ambisi
diri, bahkan mengharap singgasana juga.
Mutanabi menjawab:
Aku bakhil karena aku punya alasan. Itulah hingga aku jadi ingat untuk
menceritakan cerita dan dongeng-dongengku sejak di Kufah hingga Baghdad.
Kuambil lima dirham dari sapu tanganku, lalu jalan-jalan di pasar baghdad. Aku
melewati sebuah toko penjual buah-buahan, kulihat ada semangka segar lima buah.
Maka aku berniat untuk membeli.
"Barapa
kau jual lima buah semangka ini?" kataku sambil ku dekati penjual itu.
"Sudahlah, pergi saja kau, ini bukan makananmu!" jawab penjual dengan apatisnya.
"Hai!, Buanglah rasa suntukmu, dan katakan berapa harganya!" kataku sembari memegang bajunya karena jengkel.
"Sepuluh
dirham" jawabnya singkat.
Karena doronganku padanya keras hingga aku tak bisa menyeimbangkan
omelanku. Aku berdiri kebingungan sebab dia tak menerima penawaranku denga lima
dirham. Seketika itu juga ada seorang saudagar keluar dari sebuah losmen dan
bergegas pulang ke rumahnya. Dengan segera penjual itu meneriaki orang
tersebut.
"Tuan, ini
ada semangka segar tuaaan, kalau perlu nanti sekalian saya bawakan sampai
rumah, tuan...!" tawar penjual tersebut.
"Memang
berapa harganya" kata saudagar tadi
"Lima
dirham, tuan"
"Dua
dirham mau nggak...?"
Lalu penjual itu memberikan lima buah semangka tersebut dengan harga dua
dirham, sekaligus membawakannya sampai rumah saudagar itu. Setelah itu ia
kembali ke tokonya sambil gembira.
"Beginikah?!, tak pernah kurasakan keherananku seperti ini ketika
melihat kebodohanmu. Kau tak perdulikan penawaranku dengan lima dirham, ehh...,
malah kau jual semangka itu dua dirham sekaligus kau antar ke rumah pada orang
itu!?" omelku kesal.
"Diam
kau!, saudagar itu mepunyai seratus ribu dinar!"
O! Baru aku tahu kalau manusia tidak akan menghargai orang, kecuali orang
tersebut mempunyai uang seratus ribu dinar. Dan aku kini masih akan kikir
seperti yang kau lihat sampai aku dengar orang-orang bilang dengan
mengerlingkan matanya padaku: "Hai, ada orang baik hati memiliki uang
seratus ribu dinaaar"
Dari buku: "As
Subhu al Munby 'An haitsiyati al Mutanaby"(Subuh yang sakti
mengenai berbagai segi kehidupan Mutanabi) karya Yusuf Al Badi'y
Syairnya
Para ahli sastra Arab banyak yang berpendapat bahwa Al Mutanaby adalah
orang yang ketiga sesudah Abu Tamam dan Al buhtury dalam kedudukan syair. Hanya
saja kebanyakan syairnya selalu bersumberkan pada pemikiran filsafat. Karena
itulah walaupun syairnya telah berumur seribu tahun namun hingga kini syairnya
masih hangat untuk dijadikan bahan pembahasan Sastra Arab oleh para Ahli Sastra
Arab. Di antara mereka ada yang pro dan kontra. Adapun yang kontra banyak yang
mengritik akan nilai syairnya. Ada juga sebagian kaum orientalis Barat yang
kontra terhadap Mutanaby seperti Paulin, Nicolson, dan Proklemen. Sedangkan
yang pro terhadap aliran Mutanaby akan mempertahankan pendapatnya mati-matian.
Contoh Syairnya
Pada suatu hari Mutanaby ketika beliau dicegat oleh Fatik bin Abi Jahal dan
sahabatnya beliau merasa dirinya sangat lemah sekali ketika hendak melarikan
diri maka budaknya mengingatkan padanya “Apakah Kamu hendak lari padahal kamu
telah berkata”:
الْخَيْلِ وَاللَّيْلِ وَالْبَيْدَ اءُ تَعْرِفُنِى وَالسَّيْفُ
وَالرُّمْحُ وَالْقٍرْطَاسُ وَالْقَلَمُ
Artinya
“ Kuda, malam hari , lembah, pedang, tombak, kertas, dan pena semuanya
mengetahuiku” (tarikhul Adab Luhghoh jilid 2 hal : 278)
Komentar
Posting Komentar