Indah adalah Proses
Mereka
memandangku dengan picingan mata. Baiklah, aku terima. Mungkin saat ini memang
seharusnya aku masih berada dalam roda bawah kehidupan. Tapi aku yakin, suatu
saat nanti roda itu akan berputar dan mengguling kehidupanku meskipun tak
menuju atas. Aku yakin dengan melihat teman-temanku. Mereka masih sangat muda
dan berhasil, mereka mempunyai keahlian sendiri hingga mampu menjadi pembicara
utama pada sebuah forum nasional.
Meski
begitu, aku masih positif mengenai nasibku. Ah, aku lupa memperkenalkan diriku.
Aku hanyalah seorang gadis dengan penuh percaya diri bermimpi mengarungi dunia
ini dengan caraku sendiri. Aku sudah menyelasaikan tingkat pendidikan
pascasarjanaku melalui beasiswa. Sebuah prestasi bukan, tapi tidak menurut
orang-orang di luar sana yang menganggap itu bukanlah sebuah pencapaian yang
patut dibanggakan. Tak apa, aku masih melihat teman-temanku dengan segala
kesuksesannya, ditambah dosen pascasarjanaku yang selalu memotivasi dengan
keberhasilan kehidupan mereka.
Banyak
sekali diluaran sana yang mencoba menghilangkan kembali kepercayaan diriku.
Padahal aku sudah membangunnya selama beberapa tahun terakhir agar tak lagi
terjerembab dalam kerendahan diri yang tak berdasar. Karena setiap orang mempunyai
potensi yang hanya diketahui oleh masing-masing dengan jalan berusaha keras. ‘Akan
indah pada waktunya’ ungkapan itu akan selalu kutantang sampai kapanpun. Aku
tidak mempercayainya, aku lebih menyukai ungkapanku sendiri ‘jalani prosesnya’.
Ketika sebuah proses tidak dilalui bagaimana mungkin dapat mencapai ‘indah pada
waktunya’. Kalian boleh menentangnya, karena aku pengagum teori coelho yang
menyataka bahwa aturan itu tidak bisa diputuskan oleh beberapa orang tertentu
untuk mencapai keinginannya.
Keterpurukan,
kegagalan dan kesedihan hanyalah bagian kehidupan yang pasti dilalui setiap
orang. Hal itu wajar, yang tidak wajar adalah bagaimana seseorang berhasil
mengatasi dan bangkit dari proses-proses tersebut. Cukup satu yang diingat,
mereka memang berhak menjuluki bahkan mengatai dengan berbagai pikiran asat.
Tapi, dibalik semua itu, percayalah Sang Maha masih mengawasimu, masih
menggenggammu, dan menunggu usahamu. Bukan untuk-Nya, melainkan demi
makhluk-Nya.
Komentar
Posting Komentar