AL-KINDI DAN PEMIKIRAN FILSAFATNYA (Bagian I)
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat islam
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat islamdalam masalah
ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran islam.
Perlu diingat bahwa filsafat islam adalah filsafat yang bemuatan religius
(keagamaan), namun tidak mengabaikan persoalan-persoalan kefilsafatan. Jadi
pengakuan tentang adanya filsafat islam harus dilihat dari ajaran pokok
agamanya. Karena pada hakikatnya jika tidak ada ilham dari al-qur’an sebagai
sumber dorongan, filsafat dalam dunia islam dalam arti yang sebenarnya tidak
pernah ada.
Al-kindi
al-kindi adalah orang islam pertama yang meretas jalan mengupayakan
pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal dan
wahyu. Menurutnya antara keduanya tidaklah bertentangan karena masing-masing
keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu adalah satu
(tidak banyak).
Betapa pun juga al-kindi sudah dinobatkan sebagai filosof Muslim
berkebangsaan Arab yang pertama, ia layak disejajarkan dengan filosof-filosof
Muslim non-Arab. Sumbangan al-kindi yang sangat berharga dalam dunia filsafat
Islam ialah usahanya untuk membuka jalan dan menjawab rasa enggan dari umat
islam lainnya untuk menerima filsafat ini.
Sejarah hidupnya
Al-kindi, nama lengkapnya adalah abu yusuf ya’cub ibnu ishaq qais
al-kindi. Kindah, pada siapa nama al-kindi dinisbatkan, adalah suatu kabilah
terkemuka pra-islam yang merupakan cabang dari bani kahlan yang menetap di
yaman.[1]
Al-kindi dilahirkan di kufah sekitar tahun
185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Kakek buyutnya,
Al-Asy’as ibnu Qais, adalah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. Yang gugur
sebagai syuhada bersama saad ibnu abi Waqas dalam peperangan antara kaum
muslimin dengan Persia
di irak. Sementara itu, ayahnya ibnu al-Shabbah adalah gubernur kufah pada masa
pemerintahan al-Mahdi (775-785 M) dan al-Rasyid (786-809 M).
Walaupun sang Gubernur sibuk
dengan kegiatan-kegiatan politiknya, ia tetap memberikan perhatian penuh
terhadap pendidikan putra tersayangnya, dan dengan kekayaan yang dimiliknya ia
memberikan fasilitas dan sekolah yang terbaik bagi putranya. Al-Kindi memulai
perjalanan intelektualnya dari tanah kelahirannya sendiri yaitu Kufah, kemudian
melanjutkan pendidikannya ke kota
Bashrah, yang pada saat itu merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan
tempat utama gerakan pemikiran dan filsafat. Di Bashrah ia mempelajari
ilmu-ilmu keagamaan, matematika dan filsafat. Tetapi tampaknya beliau begitu
tertarik kepada filsafat dan ilmu pengetahuan, sehingga setelah ia pindah ke
Baghdad, beliau mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan seperti matematika, fisika, astronomi, ilmu
mantiq, seni musik hingga filsafat.
Al-kindi termasuk salah seorang cendekia yang menguasai bahasa Yunani,
Suryani, dan Arab. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat
Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan
pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad dibawah kekuasaan dinasti
Abbasiyah. Tak kurang dari lima
periode khalifah dilaluinya. Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai
berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib
kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di baitul hikmah (house
of wisdom) yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari
berbagai bahasa, seperti yunani. Ia menyaksikan majelis-majelis para khalifah
yang mendiskusikan sebagian dari masalah keagamaan dan filosofis. Ia hidup
dalam inquisisi bahwa al-qur’an adalah makhluk. Ia terseret ke dalam gelombang
besar mu’tazilah. Kerena kesesuaiannya
dengan ide-ide mu’tazilah, al-Ma’mun lalu menganjaknya bergabung dengan
kalangan cendekia yang bergiat dalam usaha pengumpulan dan penerjemahan
karya-karya yunani.[2]
Al-Kindi memperoleh kedudukan yang terhormat di sisi Al-Ma’mun dan
Al-Mu’tasim dan bahkan ia diangkat sebagai guru bagi Ahmad putra Al-Mu’tasim.[3]
Akan tetapi kedudukannya ini bukan berarti ia lepas dari pengalaman pahit yang
menimpa para pemikir kreatif dan inovativ terdahulu. Pada masa pemerintah
Al-Mutawakkil, Daulat Bani Abbas kembali menjadikan ahlussunah wal jama’ah esbagai
mazhab Negara menggantikan mazhab mu’tazilah. Suasana ini dimanfaatkan oleh
kelompok-kelompok yang berpegang ketat pada doktrin ini dan tidak menyukai
filsafat memojokokkan al-kindi.
Tentang kapan al-kindi meninggal tidak ada suatu keterangan yang pasti.
Namun, al-kindi sudah dinobatkan sebagai filosof Muslim berkebangsaan arab yang
pertama. Sumbangan al-kindi yang sangat berharga dalam dunia filsafat islam
ialah usahanya untuk membuka jalan dan menjawab rasa enggan dari umat islam
lainnya umntuk menerima ilmu filsafat yang masih terasa asing pada masa itu.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang
pada saat itu. Tetapi, di antara sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai
matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah
mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini
begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian
dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini
meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.
Yang paling
utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau
aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun.
Di sini kita bisa melihat samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Karya Tulisnya
Al-Kindi
hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa
Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi
sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah,
al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya serta memperbaiki
terjemahan orang lain.
Selain itu,
ia juga termasuk orang yang kreatif dan produktif dalam kegiatan tulis-menulis.
Tulisannya cukup banyak dalam pelbagai disiplin ilmu. Akan tetapi, amat
disayangkan kebanyakan karya tulisnya telah hilang sehingga sulit menjelaskan
berapa jumlah karya tulisnya. Namun akhir-akhir ini sebuah ikhtisar yang berisi
25 risalah al-kindi ditemukan oleh ritter Istanbul,
sementara beberapa risalah pendeknya ditemukan di Aleppo.[4]
Al-Kindi mengenal filsafat Yunani --khususnya ajaran Aristoteles dan
Neoplatonisme yang dibawa Plotinos (203-269 M)-- melalui karya-karya terjemahan
yang memang lagi digalakkan masa itu. Kendati tidak menerjemahkan sendiri karya
filsuf Yunani itu, ia mengoreksi dan menggunakan jalan pikiran Helenistik untuk
mengembangkan pemikirannya sendiri tentang Islam.
Al-Kindi berusaha mengadaptasi ajaran metafisika Plotinos yang dikenal
dengan teori emanasi ke dalam teologi Islam. Prinsip ajaran Aristoteles dan
Plotinos dikorbankannya untuk membangun pemikiran teologisnya sendiri. Ia
mengembangkan pengertian ''Yang Esa'' (to Hen) Plotinos pada asas tauhid Islam.
Tapi, berlainan dengan prinsip Plotinos, ''Yang Esa'' Al-Kindi berada di luar
dan tidak tunduk pada hukum alam.
Berbeda dengan pemikiran tradisi Helenistik yang menganggap tiada sesuatu
pun yang berasal dari ketiadaan, Al-Kindi memasukkan unsur Islam dengan
mengatakan bahwa waktu, materi, dan gerak itu terbatas, ada awal dan ada
akhirnya. Bidang yang dikajinya juga tak hanya sebatas filsafat, juga
astrologi. Al-Kindi terhitung filsuf yang dapat menerima astrologi sebagai
cabang ilmu pengetahuan.
Kelak, pemikiran Al-Kindi di bidang ini memberi pengaruh besar kepada
filsuf Islam lainnya setelah dia. Semasa hidupnya, Al-Kindi telah melahirkan
lebih dari 200 judul buku, baik berupa terjemahan maupun karya-karyanya
sendiri. Tiga di antaranya yang terkenal adalah Fi Wahdaniyah Allah wa Tunahiy
Jirm al-'alam, Fi Kammiyah Kutub Aritutalis wa ma Yahtaj Ilahi fi Tahsil
al-falsafah, dan Tahdib al-Akhlaq.
[1] Muhammad
Syafiq Gharbal, al-Mausu’at al-arabiyyat al-Muyassarat, (kairo: Dar al-Qalam
& Franklin Foundation, 1965), hlm.1383
[2] Musa
al-Musawi, Min Al-Kindi ila Ibn-Rusyd, (Beirut:
Maktabat al-fikr al-Jami’I,1977,hlm. 54-55.
[3] M.M.
Syarif, (Ed.) History of Muslim Philosophy, vol. I, (Wisbaden: Otto
Horrosowitz,1963), hlm. 422.
[4]
M.M.Syarif, history,op.cit.,hlm.423.
Komentar
Posting Komentar