Nenek Moyang Hebat ?!, Bangga tapi Bukan untuk Dibanggakan
Orang
tua sering ngomong, kalau berteman atau mencari calon itu harus dilihat dari
bibit, bebet, dan bobotnya. Nah...bibit itu disebut pertama, apa sih maksudnya,
katanya seseorang itu dinilai dari keturunannya atau nasabnya, itu penting
untuk menunjukkan apakah dia berasal dari keluarga baik-baik atau tidak. Tapi
bagaimana orang yang mempunyai keturunan baik dan bisa disebut hebat lalu
membanggakan nenek moyangnya...?
Menurut
saya sih memang, punya nenek moyang hebat itu patut bangga, tapi tidak untuk
dibanggakan seperti “Heey, saya ini kan cucu nya si fulan bin fulan yang
mempunyai jasa di wilayah ini”. Mungkin nenek moyang kita lebih menginginkan, “Itu
lah cucu saya, bisa hebat dengan sendirinya tanpa harus membawa nama besar
orang tua”.
Maksud
saya disini ialah, mempunyai nenek moyang (nasab) yang hebat juga patut bangga,
tapi kalo untuk dibanggakan, kasian nenek moyangnya. Misalnya setiap berhadapan
dengan orang seperti menegaskan, “Hey, jangan lupa saya kan turunannya si
fulan, jadi kudu ngormati, andap asor, dan lain sebagainya”. Mending, tuh orang
tau kalo kita turunannya, lah, kalo ga tau, jadinya begini “Masa turunannya
fulan qo begitu, nyuruh-nyuruh orang seenaknya untuk ngormati, lah yang saya
hormati kan fulannya”. Kan jatohnya jadi ga enak dikedua belah pihak.
Baiknya,
apapun yang telah dilakukan nenek moyang dijadikan sebagai motivasi untuk
berusaha menjadi – setidaknya sedikit saja dari kehebatannya itu, atau syukur-syukur
bisa lebih baik dari nenek moyang – itulah yang namanya bangga pada apa yang
sudah dimiliki hingga bisa membuahkan prestasi.
Menurut
beberapa pendapat, ada yang mengatakan bahwa membanggakan nenek moyang atau
garis nasabnya termasuk dalam perbuatan jahiliyah. Begini penjelasannya :
Nabi
saw. bersabda
وعن أبي مالك الأشعري رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « أربع في أمتي من أمر الجاهلية لا يتركونهن : الفخر بالأحساب، والطعن في الأنساب، والاستسقاء بالنجوم، والنياحة ». وقال : « النائحة إذا لم تتب قبل موتها تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران ، ودرع من جرب » . رواه مسلم.
Dari shahabat Abu Malik Al-Asya’ri -radhiyallahu ‘anhu (semoga
Allah meridhainya)-, bahwasanya
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada umatku, ada empat sifat (perangai)
Jahiliyyah yang belum mereka tinggalkan. (Sifat-sifat tersebut adalah): (1)
berbangga dengan keturunan, (2) mencela nasab, (3) menyandarkan turunnya hujan
kepada bintang-bintang, dan (4) niyahah (meratapi orang yang telah meninggal
dunia).” Kemudian Rasulullah bersabda: “Wanita yang meratapi kematian, jika dia
tidak bertaubat sebelum ajal menjemputnya, maka kelak pada hari kiamat, dia
akan dikenakan pakaian yang terbuat dari lelehan tembaga dan pakaian dari besi
dalam keadaan tubuhnya berkudis dan berbau busuk.” (HR. Muslim
no. 934 dalam Kitabul Jana’iz, Bab Ancaman yang Keras Terhadap Perbuatan
Niyahah).
Selain
hadits di atas, Nabi Muhammad saw. juga bersabda
“Wahai
Bani Hasyim ! Janganlah sampai orang-orang lain menghadap padaku pada hari
kiamat nanti dengan berbagai amal shaleh (baik), sedangkan kalian menghadapku
hanya dengan membanggakan nasab (keturunan).”
Sebagaimana
Nabi Muhammad saw. sahabat Ali bin Abi Thalib juga berkata
“Barangsiapa
yang bermalas-malasan (menangguhkan) amalnya, tidaklah tertolong atau
dipercepat naik derajat karena mengandalkan nasab (keturunan).”
Oleh
karena itu ada sebuah kutipan yang menyebutkan bahwa “Betapapun tinggi
kemuliaan nasab kami, tidak sekali-kali kami akan bersandar kepadanya. Kami akan
membangun dan berkarya seperti mereka telah berkarya. Bukanlah pemuda sejati
yang berkata: “Lihat karya para leluhurku”. Sesungguhnya pemuda sejati ialah
yang berkata: ‘Inilah aku dan inilah karyaku”
Komentar
Posting Komentar