Keyakinan
Pada
kenyataannya sebuah keyakinan itu adalah bangunan yang tidak serta merta
berdiri dan langsung tegak megah menantang langit. Seoalah-olah sedang berbangga
kepada siapapun yang berada di muka bumi ini bahwa keyakinan kita tidak bisa digoyahkan
oleh siapapun dan apapun itu.
Entah
itu kaitannya dengan keyakinan hidup, agama, tuhan, teman, dan berbagai macam
aspek kehidupan. Keyakinan adalah sebuah proses panjang menuju apa yang menurut
hati dan pikiran kita sejalan. Tidak hanya berdasarkan perasaan yang kadang
bisa goyah karena satu keadaan yang tidak menyenangkan.
Keyakinan
hati hanya didapat ketika manusia dekat dengan Tuhannya. Dasar pernyataan ini
adalah hadits yang menyatakan bahwa “Aku sebagaimana persangkaan hamba-Ku” dan
“Barang siapa yang ingin mengenal Tuhannya, maka kenali dirinya”, dan
firman-Nya “Aku lebih dekat dari urat leher kalian”. Tiga sumber tersebut
merupakan salah satu landasan bahwa persemayaman Tuhan adalah dalam hati
manusia. Sebab ini pula ada hadits yang menyatakan bahwa ketika segumpal daging
itu baik, maka baik seluruhnya, namun jika segumpal daging itu buruk, maka
buruk semuanya. Ditanyakan apakah segumpal daging itu? Dan dijawab, bahwa
segumpal daging itu adalah hati.
Oleh
karena itu keyakinan hati juga tidak serta merta mengalahkan logika berpikir.
Karena pada kenyataannya logika dan hati manusia itu seiring sejalan jika saja
otaknya itu berisi ajaran dan aturan agama yang diyakini. (Penulis tidak ada
unsur apapun dengan menggeneralisasi agama dan keyakinan ataupun penggunaan
nama Tuhan).
Keyakinan
itu bukan hanya sekedar apa yang dirasa, yang dilihat dan yang dijalani. Tetapi
juga keyakinan adalah sebuah integrasi antara spiritualitas, pengetahuan, dan
logika. Dan fondasi untuk membangun keyakinan tersebut adalah dengan mendekatkan
diri kita kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, diiringi dengan meresapi firman-Nya,
memahami ajaran-Nya dan mengetahui batas dan aturan main-Nya.
Prosesnya
memang tidak semudah yang dijabarkan, butuh waktu beberapa hari, minggu, bulan,
bahkan tahunan untuk membangun sebuah keyakinan yang diyakini tidak melenceng
dari apa yang Tuhan inginkan. Tapi, hal tersebut tidak terlepas dari peran
manusia sebagai Hamba-Nya yang sudah tertera dalam al-Qur’an.
Tulisan ini persembahan untuk kembar
sialan abadi “Yang Tercinta”.
Komentar
Posting Komentar