“Sebuah Penyesalan dan Indahnya Persahabatan”
Teman,
Hargailah kawanmu karena persahabatan itu sungguh indah. Jika saja aku dapat
kembali ke masa SMA ku, akan aku perbaiki sikap terlalu pendiamku itu, karena
membuatku tidak dekat dengan banyak orang, hanya segelintir saja. Saat SMA, aku
dikenal sebagai seorang yang pendiam, hal itu menyebabkan teman-temanku agak
segan kepadaku. Tapi, bukan berarti saya tidak punya teman sama sekali, saya
juga mempunyai sekelompok teman dekat karena bangku mereka berada di depan,
belakang, atau samping kanan dan kiriku. Semenjak memutuskan untuk bersekolah
di SMA, aku selalu merasa kesulitan bergaul dengan teman-teman satu sekolahku
itu, pasalnya aku sudah lama tak bergaul dengan orang-orang yang basic
pendidikannya dari umum. Pendidikan sebelumnya aku tempuh di madrasah
Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Bukan merasa terisolasi karena kedua madrasah
teresebut memisahkan murid laki-laki dan perempuan dalam kelas yang berbeda, namun,
karena itulah aku menjadi canggung jika harus berbicara dengan seorang
laki-laki.
Baik,
alasan lainnya adalah kedua madrasah itu merupakan tempat bekerja ibu dan
bapakku, jadi dapat dikatakan bahwa saya adalah anak seorang guru yang sewajarnya
diketahui oleh murid lainnya, hal itu juga yang membuatku merasa diperlakukan
istimewa atau merasa dipandang sebelah mata karena mereka bukan ingin
mengenalku secara personal melainkan mereka mengenalku karena menghormati bapak
atau ibuku. Tak apa, aku bertahan hingga akhirnya aku putuskan untuk keluar
dari lingkup madrasah sebagai pencarian atas beberapa pertanyaan yang selalu
bertengger dikepalaku “Adakah orang yang mau berteman denganku tanpa melihat
siapa kedua orang tuaku ?”. Dan kudapatkan jawabannnya ketika aku bersekolah di
SMA. Mekipun tidak terlalu memuaskan karena sikap pendiamku yang berlebihan
itu, setidaknya aku dapat menyingkirkan pertanyaan yang sangat mengganggu itu
dari fikiranku.
Beberapa
tahun kemudian, saya memasuki wilayah perkuliahan yang suasana pertemanannya
lebih berbeda karena sebagian besar mahasiswa tidak tinggal bersama orang
tuanya lagi alias ngekos. Nah, dalam perkuliahan inilah Alhamdulillah saya
mengalami banyak kemajuan. Diawal perkuliahan memang masih bertahan dengan
sikap pendiam saya karena masih merasa takut jika nanti sifat-sifat buruk saya
diketahui oleh mereka. Seiring berjalannya waktu, saya mulai dekat dengan
beberapa orang, semester pertama dan kedua saya dekat dengan teman satu sekamar
saya yang satu jurusan, bahkan satu kelas. Ya, saya akui itu memang karena kita
selalu bersama, wong tempat tinggal dan kuliahnya sama. lalu saya dekat dengan
teman satu daerah, kami klop karena bahasa ibu yang kami gunakan sama, yaitu
bahasa jawa, saking seringnya saya dan kedua temanku itu berbicara bahasa jawa
di lingkungan yang komunitas bahasa ibunya sunda, terkadang kami menjadi bahan
guyonan, mereka sampai terheran-heran karena tidak mengerti apa yang kami
bicarakan.
Selanjutnya
dalam beberapa semester saya berhasil dekat dengan semua perempuan yang
terdapat dalam kelas kulahku. Aku mempunyai hubungan berbeda-beda dengan
mereka, ada yang dekat karena kami selalu berangkat dan pulang bersama, ada
yang karena kami sering mengobrol mengenai masa depan, keorganisasian, mata
kuliah, hingga isu-isu kampus maupun negara
yang sedang hangat dibicarakan.
Saya
juga dekat dengan mahasiswi dari fakultas lain, itu disebabkan karena aku
mengajar di sebuah TPA yang para pengajarnya berasal dari kampusku. Sampai
akhir perkuliahan, mereka sering meminta saya untuk menginap di kosan mereka.
Kadang saya sampe bingung mau nginep dimana dulu..^_^. Sungguh indah efek yang
disebabkan oleh tali persahabatan dan silaturrahmi dan saya menyesal tidak
melakukannya sedini mungkin.
Komentar
Posting Komentar