‘Sampah’
Bisakah kau kubuang
menjadi tumpukan sampah tanpa harus di recycle...?
Aku mual dan merasa muak
setiap kali melihatmu, bahkan bukan karena penyusunnmu yang tidak seideologi
denganku. Aku masih mempertahankan nilai dimana kau adalah bagian dari Ilmu-Nya
yang jika seluruh lautan di dunia ini sebagai tintanya, tidak akan cukup
menuliskannya.
Aah, tapi aku
benar-banar muak, kepalaku berkunang-kunang setiap kali tatapanku tertuju
padamu. Sambil berbisik lirih aku terus berdo’a “Kapankah ini akan berakhir..?”
Jika saja aku sudah
tidak waras, maka aku ‘ctrl+a’ semua file yang berada pada folder ‘document’
itu, tak berlama-lama berada di ‘recyle’ untuk di ‘restore’ tapi langsung di
‘empty’ seluruh tempat sampah tersebut. Mungkin perasaan yang akan terjadi
adalah...aaah, akhirnya aku terbebas dari tulisan acak yang selama ini
membelengguku.
Tapi, untuk saat ini
adalah...jariku masih harus menari diatas tuts laptop, dan mataku masih harus
mencari-cari acakan tulisan yang relevan dengan tulisanku. Jika saja ada kata
kunci yang bisa menemukan hal itu semuanya. Sungguh akan memudahkan semua
(sebuah angan di tengah terpuruknya pemikiran yang tengah mengarah ke arah
kejumudan)
Semangatku bagai obor di
tengah teriknya padang pasir. Begitu tipisnya dan bahkan tidak terlihat,
kemanakah gerangan mereka pergi, adakah yang mampu memanggilnya untuk kembali
berada di sisiku. Hampir mati aku tanpanya. Lalu dimanakah posisi yang telah
membuatku berada di Dunia ini. Dialah yang menjadi lentera di tengah pekatnya
pemikiranku dan matinya jiwaku didalam pergumulan melehakan ini.
Airmataku sudah habis
untuk menangisi hal-hal yang menurutku sudah tergeser kepentingannya. Lebih
baik menangisi gundukan dosaku yang entah akhir-akhir ini tidak terpikirkan
karena terlalu meluasnya penderitaan yang menurutku ‘berkelanjutan’ ini.
Keluhanku bahkan tek berbentuk lagi, tak ada cacian maupun cemooh bagi apa yang
kulalui saat ini.
Lelah dengan semua
pergolakan yang terjadi, hanya saja...’mereka’ mengingatkanku untuk terus maju
dan tidak menyerah. Aku tidak tega melihat keduanya yang terus menerus
menyemangati darahdagingnya dengan berapi-api. Ingin
kukatakan aku tidak lagi bisa memenuhi keinginan mereka, tapi itu hanya
pemikiran yang tercekat karena sebuah keegoisan semata.
Sementara itu, kulihat
secercah harapan di kedua mata mereka yang sendu. Perhatian yang tak terkira
bagai kepada seorang bayi yang tengah rapuh mancari kehidupan dunia yang penuh
dengan kefanaan ini.
Sampah itu, tak jadi
kubuang, mungkin otakku lah yang menjadi tempat sampah kumpulan huruf acak yang
memuakkan ku. Karena pada akhirnya, mereka menggunduk memenuhi setiap jengkal
memoriku yang kupikir telah penuh. Semoga mereka tidak berlarian hingga nanti
waktunya tiba, sang Penyangga waktu mengambil mu dariku.
Komentar
Posting Komentar