Bukankah semillir angin masih menghantarkanmu pada kedamaian ?
Di sebuah gurun,
berdirilah beberapa orang yang tengah menunggu datangnya sebuah kafilah yang mungkin
mau menyertakan mereka dalam perjalanan menuju oase di selatan sana. Dalam
kelompok itu, ada seorang laki-laki yang tengah mengadakan perjalanan untuk
menemui takdirnya yang ada di oase selatan. Laki-laki itu duduk dalam tenda
yang ia buat dari kain bekal pakaiannya agar terhindar dari badai pasir yang
kian lama kian sering menerpanya. Merenung dan terus meratap akan hal-hal buruk
yang belakangan terus menamparnya semenjak dia memutuskan melakukan perjalanan
ke oase selatan.
Kafilahnya tak dapat
meneruskan perjalanan, karena sang ketua rombongan tiba-tiba saja terkena
penyakit aneh dan menyebabkannnya meninggal dalam keadaan dehidrasi. Sang ketua
rombongan tak menunjuk salah satu anak buahnya untuk meneruskan
kepemimpinannya, hingga terjadilah perebutan dan perpecahan dalam kafilah itu.
Beberapa orang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan kafilah yang
terpecah tadi, dan beberapa lagi memutuskan untuk menunggu kafilah lain datang,
dengan harapan rombongan kafilah yang mereka ikuti kelak dapat membawa mereka
ke oase selatan.
Sudah beberapa hari sang
laki-laki dan teman serombongannnya terlunta-lunta menunggu kedatangan kafilah
selanjutnya. Mereka hampir kehabisan bahan makanan, karena badai gurun datang
setiap hari dan membuat bahan makanan mereka terbang dibawanya entah kemana.
Yang menyakitkan bagi pemuda itu adalah, rombongannnya hanya terdiri dari
beberapa orang lelaki dan wanita renta yang hanya memungkinkan mereka untuk
berjalan kaki. Entah apa yang mereka ingkan dari melalui perjalanan menuju oase
selatan.
Cuaca panas-terik
membuatnya menyerah dan berharap dia segera bertemu dengan kafilah meskipun
untuk perjalanan pulang. Kali ini ia tak akan membiarkan lagi mimpi dan
iming-iming berbagai kenikmatan membawa laki-laki itu kembali pada titik
kesengsaraan dan keterpurukan.
Siang itu, cuaca panas
gurun seperti membelah ubun-ubun kepalanya, tak kuat menahan teriknya matahari
yang sudah beberapa hari ini, laki-laki itu kembali berteduh dalam tenda
sederhananya. Tiba-tiba saja matanya terasa berat dan tak beberapa lama
kemudian ia tertidur begitu lelapnya.
Dalam tidurnya dia
bermimpi dengan seorang bijak yang kepalanya selalu dinaungi oleh awan dan
membuatnya terlihat istimewa dan menonjol dibanding orang banyak. Si lelaki
mencoba mendekati orang bijak yang sedang duduk bersandar sambil menikmati kopi
di sebuah taman bunga,dan bertanya
“Hidupmu Indah, dan semua
orang menginginkan mu”
Orang bijak itu berkata
“Hidup semua orang Indah,
selama masih ada semilir angin yang berhembus”
Lelaki muda itu tidak
mengerti dengan apa yang diucapkan orang bijak, ia diam sejenak dan mencoba
mencerna kata-kata yang baru didengarnya itu.
Lalu orang bijak itu
berkata
“Kau akan mengetahuinya”
Senyumnya mengembang, seiring
dengan hilangnya sosok yang dinaungi awan itu oleh ruang yang dibatasi
pepohonan bunga.
Dalam kebingungannya, ia
dihampiri seorang kakek dengan tubuh mungil dan rambut yang seluruhnya memutih.
Berjalan perlahan dengan menggunakan tongkat kayu, kemudian sang kakek itu
berkata: “Bukankah semilir angin masih menghantarkanmu pada kedamaian..?”
Komentar
Posting Komentar